Minggu, 13 September 2015

Model Pendidikan Montessori


A.     TUJUAN MODEL PENDIDIKAN MONTESSORI
Metode Montessori bertujuan sebagai pengantar prinsip, agar anak-anak mereka dapat memasuki kesenjangan pendidikan yang lebih tinggi dengan persiapan yang matang dimulai pada usia prasekolah.
Adapun tujuan yang lain dari metode Maria Montessori adalah
·        Membantu para orang tua dalam menerapkan pola pengajaran yang efektif bagi anak mereka.
·        Membantu anak-anak didik dalam mengembangkan tingkat intelektual, psikomotor, dan afektif yang ada pada diri mereka.
·        Membuat anak dituntut untuk dapat berkembang sesuai dengan periode perkembangannya saat mereka mulai peka terhadap tugas-tugasnya.
·        Mengajarkan pada anak cara belajar yang efektif dan optimal melalui permainan.
·        Mengembangkan keterampilan yang menekankan pada pentingnya anak bekerja bebas dan dalam pengawasan terbatas.
·        Anak diajarkan untuk dapat berkonsenterasi dan berkreasi
·        Anak dibiasakan untuk memilih sesuai dengan keinginan sendiri.      

B.     ASUMSI TEORITIS
Maria Montessori lahir di Italia pada 31 Agustus tahun 1870 di Chiaravalle, sebuah propinsi kecil di Ancona, dan meninggal di Nordwijk Belanda pada 6 Mei 1952 ketika usia 81 tahun. Maria mempunyai minat dan bakat yang besar terhadap matematika, sehingga orangtuanya mengirimnya ke Roma agar mendapat pendidikan yang lebih baik. Ia mulai menekuni bidang mesin, kemudian biologi dan akhirnya bidang kedokteran. Pada tahun 1896, ia menjadi wanita pertama di Italia yang mendapatkan gelar Doctor of Medicine.
Setelah    lulus,   Maria      bekerja   di   klinik   psikiater   Universitas   Roma,   dan pekerjaannya yang berhubungan dengan masalah cacat mental ini sangat membantunya dalam menuangkan gagasan-gagasan pendidikan di masa yang akan datang. Maria yakin bahwa kecacatan mental lebih merupakan masalah pendidikan daripada gangguan medis dan merasa bahwa dengan latihan pendidikan khusus orang-orang cacat ini akan dapat dibantu. Pendidikan dan pemahamannya terbukti memberikan kontribusi sangat besar dalam pengembangan kemampuan anak yang menderita cacat mental. Casa dei Bambini atau “children’s house” didirikan didaerah kumuh di Roma pada tahun 1907. lingkungan yang dipersiapkan bagi anak-anak cacat mental yang berumur di bawah limatahun. Dr. Montessori menggunakan materi-materi yang  sebelumnya digunakan untuk  mendidik anak cacat mental yang lebih tua, yang sebelumnya merupakan sarana ilmiah utama untuk mengukur  akurasi      diskriminasi-diskriminasisensoris.
Pada tahun 1909, Maria Montessori menerbitkan “Scientific Pedagogy as Applied to Child Education in the Children Houses”. Karyanya mendapat perhatian masyarakat terlebih masyarakat Amerika. Awalnya Teori Montessori mendapat kritik karena banyak yang beranggapan bahwa latihan-latihan ekstensif untuk perkembangan anak lebih lanjut tidak perlu untuk anak usia pra sekolah. Diantara pengkritik ini adalah pengikut Darwinisme konservatif yang sangat percaya pada faktor keturunan sebagai satu-satunya penentu  perkembangan  anak.  Teori  Freud  (psico-analitis)  yang  mendapat  perhatian diawal tahun 1900-an juga cenderung merendahkan arti pentingnya revelasi Montessori di mana materi-materi pendidikannya membangkitkan minat spontanitas anak dalam belajar. Secara perlahan gerakan Montessori berkembang di Eropa dan belahan dunia lainnya. Pada tahun 1915, Maria secara antusias disambut di Amerika. Dia, memberi kuliah dan membuka kursus bagi para guru diCalifornia. Sebuah kelas Montessori di dirikan di San Fransisco World Exhibition pada tahun 1915. setelah kembali ke Eropa, dia memberikan kuliah dibeberapa negara dan terus mengadakan penelitian, banyak penghargaan diterimanya. Selama masa Perang Dunia I, ia mendirikan gerakan Montessori di India, hingga saa tini.
Semasa hidupnya Maria Montessori yakin bahwa pendidikan dimulai sejak bayi lahir, bahkan tahun-tahun awal kehidupannya meupakan masa-masa formatif yang paling penting baik fisik maupun mental anak. Seorang bayi mempunyai fikiran yang aktif, tidak hanya secara pasif menunggu instruksi dari orang dewasa, dan bisa menjadi apatis bila selalu ditinggal sendiri.
Melalui proses belajar yang normal dan secara bertahap, pola-pola perilaku ditetapkan dan kekuatan-kekuatan pikiran orang dewasa  mulai ditumbuhkan. Metode pembelajaran yang sesuai dalam tahun-tahun kelahiran sampai usia 6 tahun biasanya akan menentukan kepribadian anak setelah dewasa. Karena perkembangan mental dalam usia- usia awal berjalan dengan cepat, periode ini tidak boleh disepelekan. Montessori yakin bahwa  pada  tahun-tahun awal,  anak  mempunyai  “Periode-periode Sensitif (Sensitive Periods)”, selama masa-masa inilah dia secara khusus mudah menerima stimulasi- stimulasi itu.
Ruang "lab" pendudikan Maria Montessori awalnya berkonsentrasi pada masalah keadaan anak-anak dengan mental terbelakang di panti asuhan. Kebanyakan anak-anak tersebut terganggu mentalnya karena kesalahan orang dewasa. Pada 1900, ia mendirikan sekolah khusus bagi anak-anak yang mengalami kesulitan belajar di Roma. Ia menggunakan caranya sendiri dan berhasil mendidik anak-anak tersebut dengan hasil yang sebaik anak-anak biasa.  Ia menerapkan metode pedagogi ilmiah yang dikenal dalam dunia pendidikan. Pedagogi ilmiah merupakan penelitian tentang pendidikan dengan cara melakukan pendekatan ilmiah seperti biologis, antropologis, psikologis, maupun linguistik.Ia meneliti kondisi fisik anak-anak dengan melakukan berbagai observasi ilmiah, eksak, dan rasional  selama masa kanak-kanak. Untuk sistem pengajaran pada guru, ia melatih guru agar mampu menggunakan ukuran-ukuran antropometrik pada anak. Metode iini tiada lain untuk mendapatkan pengetahuan langsung mengenai metode pendidikan yang paling tepat bagi anak-anak. 
Ia menggunakan percobaan dengan membandingkan antara pendidikan sistem "robot" dimana anak hanya sebagai objek, bukan sumber daya belajar.  Ia melakukan percobaan bagaimana anak didik dianggapa sebagai mesin. Kemudian, dilakukan pengukuran-pengukuran yang eksak dengan ditunjang peralatan-peralatan belajar yang sudah terukur secara eksak. Hal ini mendapatkan hasil kesimpulan dengan metode ini, anak tidak dapat bergerak bebas. Anak dipaksa untuk diam dan disiplin di dalam kelas. Selain itu, pemberian hukuman dan hadiah juga juga diterapkan. Anak dibiasakan melakukan sesuatu karena motivasi eksternal, yaitu hanya untuk mendapatkan hadiah dan menghindari hukuman dari pendidik, dan bukan karena motivasi internal yang lebih kuat berupa minat atau rasa tertarik untuk mempelajari sesuatu. Dengan demikian pendekatan mereka itu membelenggu anak secara lahiriah (dengan meja dan kursi ketat) dan batiniah (lewat pemberian hadiah dan hukuman).
Montessori menekankan pentingnya memahami kejiwaan seorang anak sebagai dasar pendidikan yang tepat. Anak harus diberi kesempatan berekspresi secara merdeka sesuai dengan keinginan anak. Kemerdekaan yang dimaksud adalah membebaskan anak sehingga anak dapat bertindak dan bersikap sesuai dengan harkat mereka sebagai anak. Ilmu pengetahuan ilmiah semestinya bukan digunakan untuk menghasilkan meja dan kursi yang membelenggu gerak anak, tetapi semestinya digunakan untuk mengerti kejiwaan anak, membebaskan anak untuk bergerak, berekspresi, secara merdeka.
Montessori tidak secara keseluruhan menolak metode dari Pedagogi Ilmiah untuk menggunakan ilmu-ilmu pengetahuan modern pada anak-anak atas dasar pertimbangan antropologis. Misalnya berkaitan dengan perkembangan fisik. Montessori ingin mengembangkan sistem pedagogi ilmiah yang berbeda. Montessori mengembangkan metode pedagogi eksperimental. Ada 2 aspek yang tidak dapat dipisahkan ,yaitu guru dan murid. Guru harus melakukan persiapan untuk menjadi pengamat. Sedangkan murid diberi ruang kemerdekaan untuk beraktivitas secara spontan, sehingga mereka dapat mengekspresikan diri sesuai dengan alam kejiwaan dan kemampuan masing-masing. Karena masing-masing anak itu unik, model penyeragaman dan penyamaan kegiatan samasekali tidak memberi tempat bagi berkembangnya alam kejiwaan masing-masing anak. Dengan memberikan keleluasaan bagi masing-masing anak untuk beraktivitas, para guru dapat melakukan pengamatan atas perkembangan masing-masing anak secara lebih cermat.
Montessori mendirikan “Rumah Anak-Anak” dimana sekolah tersebut mempunyai mempunyai suasana dan lingkungan yang hangat. Ruangan sekolah model Montessori dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan kemerdekaan anak-anak untuk beraktivitas menurut kecenderungan masing-masing anak. Montessori memandang didirikannya “Rumah Anak-Anak” sebagai kesempatan untuk mengembangkan pedagogi eksperimental ilmiah dan psikologi anak-anak. Montessori menyadari bahwa seluruh tata ruang sekolah ini sangat berbeda dengan tata ruang sekolah tradisional. Tata ruang yang berada di sekolah ini bukan hanya sebagai tanda kebebasan, namun juga sebagai sarana pendidikan.
Montessori menggunakan kemerdekaan masing-masing anak untuk beraktivitas sebagai basis untuk membentuk sikap disiplin dalam diri anak, karena sikap disiplin datang dari kemerdekaan itu. Konsep disiplin yang dimaksud adalah disiplin aktif, yaitu seorang anak menjadi tuan bagi dirinya sendiri. Seorang anak dapat mengatur dan mengarahkan tindakannya sendiri, jika mesti menjalankan komitmen yang harus diikuti. Pendidik mesti menggunakan cara tertentu untuk mengantar anak agar mampu berkembang sepanjang hidupnya ke arah penguasaan diri yang semakin lebih baik. Karena itu, jangkauan disiplin ini bukan hanya di sekolah tetapi sepanjang hidupnya di masyarakat nantinya.
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa alasan montessori mengkritik pendagogi ilmiah adalah pengetahuan eksak tentang kondisi fisik anak tidak dengan sendirinya dapat dijadikan dasar untuk merumuskan metode pendidikan, karena keduanya merupakan dua masalah yang berbeda dan pendekatan tersebut terlalu berat sebelah, karena pendekatan tersebut hanya menerapkan pengetahuan ilmiah untuk memahami anak secara materialistis dan mekanis.
Solusi yang diciptakan oleh Maria Montessori adalah sebuah metode Mentessori yang isinya merupakan sebuah filosofi. Filsafat yang ditemukannya dijadikan sebuah pendekatan dengan gagasan untuk memberikan anak ruang berekspresi dan kebebasan berkreasi dalam lingkungan yang kaya pertualangan dan kesenangan yang terencana dan terstruktur. Program Montessori mencakup 5 program inti, yaitu praktik kehidupan sehari-hari, sensorial (menggunakan 5 pancaindra), bahasa, matematika, dan budaya.

C.     PRINSIP DAN KONSEP UMUM
1.      Kurikulum
Kurikulum dan pendekatan montessori memiliki area-area yang menjadi pusat latihan. Dasar pendidikan Montessori menekankan pada tiga hal, yaitu pendidikan sendiri, masa peka, dan kebebasan.
a)      Pendidikan Sendiri (Pedosentris)
Menurut Montessori anak-anak memiliki atau kekuatan dalam dirinya untuk berkembang sendiri. anak-anak memiliki hasrat alami untuk belajar adan bekarja, bersamaan dengan keinginan yang kuat untuk mendapatkan kesenangan. Anak lebih senang melakukan aktivitas daripada sekedar dihibaur atau dimanja. Anak tidak pernah berpikir bahwa belajar sebagai sesuatu yang tidk menyenangkan. Anak akan selalu mencari sesuatu yang baru untuk dikerjakan yaitu sesuatu yang memiliki tingkatan yang lebih sulit dan menantang. Selain itu, anak juga memiliki keinginan untuk mandiri. Keinginan untuk mandiri muncul dari dirinya sendiri. keinginan ini tidak muncul dari rangcangan pembelajaran di sekolah tetapi juga muncul secara spontang yang merupakan dorongan batin. Dorongan batin ini sewaktu-waktu akan meminta pemenuhan dan pemuasan. Dorongan-dorongan alamiah ini akan terpenuhi dengan memfasilitasi anak dengan aktivitas yang penuh kesibukan. Dalam kegiatan ini, anak sebaiknya tidak dibantu, tetapi harus berlatih sendiri.
b)      Masa Peka
Masa peka ialah masa yang sangat penting dalam perkembangan seorang anak. Ketika masa peka dating maka anak harus segera difasilitasi dengan alat-alat permaian yang mendukung aktualisasi potensi yang muncul. Guru memiliki kewajiban untuk mengobservasi munculnya masa peka dalam diri anak.
c)      Kebebasan
Kebebasan menjadi hal penting dalam pembelajaran Montessori. Dalm pembelajaran, anak memiliki kebebasan untuk berpikir, berkarya, dan berbuat sesuatu. Hal ini berkaitan dengan masa peka anak yang kemunculannya kadang tidak terduga. Kebebasan ini bertujuan agar ketika tiba masa peka terhadp suatu kemampuan yang mendorong untuk melatih suatu fungsi, anak akan berlatih sesuka hatinya. Makna lain dri prinsip kebebasan adalah bahwa pendidikan sudah selayaknya untuk tidak dibebankan kepada anak. Lingkungan belajar harus diciptakan dalam suasana yang kondusig yang memberikan kesempatan kepada anak untuk bertindak secara bebas dan mengembakan dirinya sendiri dalam garis-garis mata batinnya sendiri.
Proses pembelajaran di kelas Montessori melibatkan banyak peralatan pendidikan yang dirancang oleh Montessori. Anak bebas memilih alat pelajaran yang dibutuhkan. Setiap alat memiliki fungsi tertentu dalam merangsang perkembangan anak, serta tata ruang kelas di sekolah Montessori jauh berbeda dengan tata ruang kelas di sekolah tradisional. Meja dan kursi dibuat kecil, ringan dan mudah dipindah-pindahkan oleh anak sendiri, agar anak dapat memilih sendiri posisi duduk yang nyaman baginya seperti duduk di rumah sendiri.
Montessori menyebutkan tiga ciri utama pelajaran yang diberikan secara individual yaitu:
a)      Pelajaran yang diberikan harus singkat. Semakin banyak kata-kata yang tidak berguna dihilangkan, semakin baik suatu pelajaran. Ketika mempersiapkan pelajaran yang akan diberikan, pendidik mesti mempertimbangkan bobot kata-kata yang akan diucapkan.
b)      Pelajaran harus sederhana. Kata-kata yang sudah dipilih dengan seksama haruslah yang paling sederhana yang bisa ditemukan dan mengacu pada kebenaran.
c)      Pelajaran harus objektif. Guru tidak boleh menarik perhatian anak-anak pada dirinya sendiri sebagai guru, melainkan hanya pada objek yang ingin diterangkan. Penjelasan singkat itu harus merupakan penjelasan mengenai objek yang akan dipelajari anak-anak.
Montessori mengatakan dalam proses pembelajaran, guru harus menghargai kebebasan anak. Jika anak tidak mengerti penjelasan guru, Montessori memberikan dua nasehat yaitu: jangan berupaya untuk mengulang pelajaran yang sudah diberikan dan jangan membuat anak merasa bahwa ia membuat suatu kesalahan.
2.      Pembelajaran
Montessori membagi belajar dalam tiga hal :a. Tahap pertama : Pengenalan akan identitas.Contohnya, buatlah suatu hubungan antara bendayang sedang ditunjukkan dengan nama benda itu.b. Tahap kedua : Pengenalan akan perbandingan Tahap kedua ini untuk meyakinkan bahwa anak memahami.c. Tahap ketiga : Perbedaan antara benda-benda yang serupa.Untuk tahap ketiga ini lebih ditujukan apakah anakanakitu benar-benar ingat nama benda itu. Tujuan proses belajar tiga tahap adalah, untuk mengajarkan konsep-konsep baru dengan cara pengulangan. Dengan demikian akan membantuanak-anak untuk memahami dengan lebih baik akan materi-materi yang disajikan kepadanya. Cara ini juga membantu guru-guru melihat seberapa baik anak-anak menguasai dan menyerap apa yang sedang diajarkan kepada mereka.
Metode yang digunakan dalam pembelajaran Montessori adalah sebagai berikut :
1.      Metode eksperimen.
Metode ini menuntut keaktifan anak untuk melakukan percobaan sendiri, mengamati proses dan hasil percobaan yang dilakukannya. Dengan eksperimen anak dapat mencari dan menemukan jawaban atas persoalan yang dihadapinya dengan berpikir dan bekerja secara sistematis.
2.      Metode demonstrasi.
Salah satu metode yang dilakukan dengan cara memperlihatkan suatu bentuk proses atau kejadian tertentu agar dapat diikuti oleh anak. Dalam metode ini selain melihat, anak juga dituntut untuk mendengarkan keterangan guru agar tujuan demonstrasi dapat tercapai.
3.      Metode Pemberian Tugas
Pemberian tugas dapat dilakukan melalui latihan-latihan. Montessori yakin bahwa melalui latihan-latihan yang diterapkan, anak pasti akan mengalami perkembangan. Namun ia juga menekankan bahwa meskipun anak mengalami perkembangan, tidak berarti bahwa anak akan dibiarkan untuk berjalan sendiri, melainkan guru tetap mengamati setiap perkembangan yang terjadi secara terus-menerus. Dalam hal tertentu anak masih membutuhkan bantuan guru untuk meneguhkan apa yang dibuatnya. Hal tersebut di atas, akan mendukung anak dalam mengaktualisasikan dirinya serta melakukan sesuatu secara mandiri.
Selain materi pembelajaran di atas, anak juga dilatih dengan berbagai latihan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan dalam hubungannya dengan orang lain, misalnya merawat diri sendiri, memperhatikan kebersihan lingkungan, bekerja sama dengan teman dan lain-lain. Dalam latihan ini anak didorong dan dilatih untuk menjadi pribadi yang percaya diri, mandiri serta mampu bersosialisasi pada lingkungannya.
Sebelum anak melakukan hal-hal tersebut di atas, guru harus memberikan penjelasan tentang cara dan alat yang dipakai. Sesudah penjelasan anak dibiarkan untuk mempraktekannya sesuai dengan pemahaman mereka masing-masing. Selama melakukan hal-hal tersebut anak dibiarkan melakukannya sendiri. Guru hanya mengamati tanpa memberikan komentar terhadap setiap kesalahan yang dilakukan anak. Guru hanya boleh memberikan bimbingan jika anak membutuhkannya. Tujuan dari latihan ini adalah melatih anak untuk tidak terus bergantung pada orang lain melainkan belajar menyelesaikan suatu masalah secara mandiri.
4.      Penilaian
Pada model pembelajaran Montessori penilaian dilakukan dengan teknik observasi. Evaluasi Hasil Belajar menurut Model Montessori  bukan mengoreksi (teach by teaching, not by correcting). Adapun penilaian yang dilakukan guru, diantaranya:
a)      Usaha dan pekerjaan anak dihargai sebagaimana adanya.
b)      Rapor tidak menggunakan sistem ranking, seperti angka atau nilai A, B, dan C  dipicu kompetisinya.
c)      Tidak mengenal sistem hukuman dan imbalan (reward and punishment).
5.      Sarana atau Media Pembelajaran
Metode dan media pembelajaran ciptaan Montessori dibagi menjadi 3 bagian, yaitu motorik, sensorik, dan bahasa. Penekanan utama ditujukan pada pengembangan alat- alat indera.       
Sarana atau media yang digunakan dalam model pendidikan Montessori yaitu:
a)      Alat- alat permainan panca indra.
Montessori termasuk tokoh yang meyakini bahwa panca indra adalah pintu masuknya berbagai pengetahuan ke dalam otak manusia. Karena perannya yang sangat strategis maka seluruh panca indera harus memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai dengan fungsinya. Untuk itulah ia mengembangkan berbagai alat permainan panca indera.
Ada beberapa alat permainan yang dapat digunakan untuk me­ngembangkan pancaindra. Alat ini dikemukakan berikut ini.
·        Alat permainan untuk indra penglihatan
Untuk melatih daya penglihatan dapat digunakan beberapa macam alat, antara lain:
ü  Tiga set silinder dengan baloknya yang sesuai dengan silindernya. Set pertama terdiri dari 10 buah silinder yang sama tingginya dan berbeda besarnya. Set kedua memiliki silinder dengan besar yang sama tetapi tingginya berbeda. Sementara set ketiga memiliki silinder dengan tinggi dan besar yang tidak sama.
ü  Tiga set kubus, balok, dan keping papan. Set pertama berisi satu set kubus yang terdiri dari puluhan kubus, mulai dari yang besar, makin kecil. Anak menyusunnya menjadi satu menara. Set kedua terdiri dari satu set balok yang samapanjang dan lebarnya namun beda tingginya. Set ketiga terdiri dari satu set papan, yang terdiri atas 55 keping papan yang sama. Anak harus dapat menyusunnya menjadi sebuah tangga.
ü  Berbagai macam benda dengan berbagai bangun geometri, seperti bulat, segitiga, segiempat dan campuran.
·        Alat untuk indera peraba atau perasa
Untuk melatih indera perasa digunakan papan yang dibagi menjadi kotak-kotak. Kotao-kotak ini diselingi halus dan kasar. Sesudah perasaan halus dan kasar diberitahu oleh guru, anak kemudian meraba sendiri sambil mengatakan apakah benda yang dirabanya halus atau kasar. Sementara indra perasa untuk suhu dilatih dengan menggunakan bejana yang berisi air hangat, dingin, dan sedang.
·        Alat-alat untuk indra pendengaran
ü  Satu set kotak-kotak tertutup yang berisi batu, uang logam, jagung, dan beras. Disamping itu, terdapat kotak-kotak lain dengan isi yang sejenis dengan kelompok pertama. Anak bertugas untuk mengatur sejajar kotak-kotak yang sama isinya tanpa melihat, melainkan dengan mendengarkan bunyinya.
ü  Beberapa kelinting dan bunyi nada yang berlainan. Anak harus dapat mengumpulkan kelinting yang sama tinggi nadanya.
·        Alat untuk indra penciuman
Indra penciuman dilatih dengan bau-bauan dari berbagai macam buah, bungan, dan makanan. Anak diminta mengenali berbagai macam bau, dengan cara menyebut nama satu bunga atau buah tanpa melihat bentuknya. Melatih indra penciuman dapat dilakukan dengan cara benda yang akan dibaui diciumkan kepada anak yang matanya ditutup. Setelah itu, anak diminta untuk menyebutkan nama benda yang dicium ini.
Bahan-bahan pembelajaran lain yang dapat digunakan oleh Model Montessori adalah didaktik contohnya bahan sebenar yang digunakan dalam kehidupan seharian iaitu cawan, gelas, pisau.Ia dijalankan dengan pengawasan rapi oleh  pengawasan orang dewasa. Kanak-kanak didedahkan dengan pengajaran seperti memasak menggunakan api dan menyiram pokok bunga. setiap reka bentuk adalah untuk tajuk yang khusus. Ia adalah berbentuk pembentukan diri sendiri dengan itu kanak-kanak mendapat maklumat bahan yang segera daripada bahan selepas pembetulan tugasan diselesaikan.
Bahan-bahan adalah berbeda  dari mudah kepada kompleks, dengan itu anak-anak adalah tercabar dengan cara membina konsep secara progresif dari mudah kepada lebih susah. Bahan dibina dengan teliti dan menarik, biasanya dibuat dari bahan-bahan yang sebenar antaranya penyapu ,  penyodok, alat –alat pertukangan,  dan stetoskop.

D.    ANALISIS
1.      Langkah-Langkah Pembelajaran Model Pendidikan Montessori
Menurut Yus Anita Pembelajaran di sekolah Montessori dilakukan dalam tiga tahap, yaitu langkah menunjukan, mengenal, dan mengingat (2010; 19).
a)      Langkah menunjukkan
Menunjukan hubugan antara benda yang sedang ditunjukan dengan nama benda tersebut. Guru menyiapkan beberapa kotak dengan isi yang berbeda.
·        Kotak pertama berisikan uang logam.
·        Kotak kedua berisikan batu kerikil.
·        Kotak ketiga berisikan beras.
Guru mengeluarkan isi kotak lalu meletakkannya kembali sambil menyebutkannya “ini suara uang logam”.
b)      Langkah mengenal
Mengenalkan benda atau sesuatu yang berbeda-beda untuk menyakinkan bahwa anak memahaminya. Contoh : Anak mampu membedakan dan mendeskripsikan kembali binyi-bunyi yang berasal dari masing-masing benda tersebut.
c)      Langkah mengingat
Membedakan hal-hal atau benda-benda yang serupa. Guru memperdengarkan kembali bunyi benda-benda tersebut satu persatu dan siswa diminta untuk menebaknya.
Sebelum anak melakukan suatu kegiatan, guru harus memberikan suatu penjelasan tentang cara dan alat yang harus dipakai. Setelah diberikan penjelasan anak dibiarkan untuk mempraktekannya sesuai dengan pemahaman mereka masing-masing. Dan selama melakukan kegitan tersebut anak diberikan kebebasan untuk melakukannya sendiri. tugas guru hanya mengamati tanpa memberikan komentar terhadp setiap kesalahan yang dilakukan anak. Guru hanya boleh memberikan bimbingan jika anak membutuhkannya. Hal ini dilakukan agar anak tidak terus bergantung pada orang lain, melainkan belajar menyelesaikan suatu masalah secara mandiri.
Contoh Kegiatan :
KOTAK AJAIB
Usia             : Tiga - lima tahun
Materi        : Sebuah kotak yang berisi uang logam, batu kerikil, dan beras.
Tujuan        :
a.       Mengasah indra perasa anak
b.      Mengembangkan keakraban anak terhadap bermacam-macam benda.
Demonstrasi :
a.       Tutup mata anak atau mintalah pada anak untuk memejamkan matanya.
b.      Mintalah anak untuk memasukan tangannya ke dalam kotak dan meraba benda-benda.
c.       Biarkan anak mengidentifikasi benda dengan meraba benda tersebut, kemudian minta anak menyebutkan nama benda yang terdapat dalam kotak.
d.      Setelah latihan ini dilakukan, benda-benda yang ada didalam tas diganti. Gunakan benda-benda yang sederhana atau sulit sesui dengan kondisi anak.
e.       Latihan ini bisa juga diketahui nama huruf awal tertentu. Misalnya ketika anak belajar huruf B, maka guru bisa meletakan benda-benda berhuruf berawalan B, seperti: buku, boneka, botol, atau baju didalam tas.
Kontrol kesalahan : Kesalahan dalam mengidentifikasi benda.
2.      Sistem sosial yang diharapkan dari motode Motessori
Pendidikan merupakan usaha dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu atau membantu anak agar mampu melaksanakan tugas hidupnya sendiri secara mandiri. Menurut Montessori untuk menjadi pribadi yang mandiri, seseorang harus dilatih sejak dini khususnya pada masa kanak-kanak karena pada masa itu merupakan masa peka dimana anak mampu menerima segala sesuatu yang diajarkan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan dalam metode Montessori adalah mengembangkan seluruh potensi anak yang dapat dilakukan melalui proses pembelajaran di kelas maupun melalui berbagai latihan praktis yang berkaitan dengan kehidupan anak itu sendiri.
Pada pembelajaran model ini anak tidak terikat dalam melakukan aktivitas, melainkan diberikan kebebasan yang sangat luas untuk melakukan aktivitas sesuai dengan keinginan dan kemampuan masing-masing anak tetapi masih dalam pengawasan.  Sehingga anak dapat belajar secara langsung melalui pengalamannya dari kegiatan yang dilakukannya. Hal ini dapat membentuk kemandirian pada diri anak serta membiasakan berperilaku disiplin sejak dini. Maksud dari disiplin disini adalah disiplin aktif yaitu anak dapat mengatur dan mengarahkan tindakannya sendiri.
Kondisi yang diperlukan dalam perkembangan anak  yaitu : suatu interaksi yang terpadu antara anak dengan lingkungannya dan adanya kebebasan bagi anak.
3.      Prinsip-Prinsip Reaksi Murid Dan Guru
Reaksi Guru Dalam Model Pendidikan Montessori
Tugas guru pada metode Montessori yaitu sebagai pengamat, fasilitator dan pembimbing. Guru sebagai pengamat yaitu mengamati setip aktivitas yang dilakukan oleh anak baik itu ketika proses pembelajaran berlangsung ataupun ketika anak berada di lingkungan sekolah. Ketika melakukan kegiatan apakah anak mengalami kesulitan-kesulitan atau hambatan dalam melakukannya. Jika ditemukan kesulitan pada diri anak, maka disini tugas guru untuk membimbing anak tersebut. Dan guru juga harus memfasilitasi seluruh kebutuhan anak yang mempengaruhi proses kegiatan belajar mengajar.        
Reaksi Murid Dalam Model Pendidikan Montessori
Anak adalah pelajara aktif mereka dapat memilih aktiviatas yang diingikan dan guru dapat memberikan keputusan aktivitas yang sesuai dengan perkembangan anak.
4.      Sistem Penunjang Yang Diharapkan
Proses pembelajaran di kelas Montessori melibatkan banyak peralatan pendidikan yang dirancang oleh Montessori. Anak bebas memilih alat pelajaran yang dibutuhkan. Setiap alat memiliki fungsi tertentu dalam merangsang perkembangan anak, serta tata ruang kelas di sekolah Montessori jauh berbeda dengan tata ruang kelas di sekolah tradisional. Meja dan kursi dibuat kecil, ringan dan mudah dipindah-pindahkan oleh anak sendiri, agar anak dapat memilih sendiri posisi duduk yang nyaman baginya seperti duduk di rumah sendiri. Area yang digunakan dalam model pembelajaran Montessori:
a)      Area yang Menjadi Pusat Latihan Kehidupan praktis (practical life)
Tahap perkembangan di usia 2-8 tahun merupakan fase dimana anak-anak mempunyai keinginan kuat untuk meniru orang dewasa, dan hal ini sangat diperlukan untuk perkembangan mereka. Anak diberikan kesempatan untuk meniru apa yang dilakukan orang dewasa melalui aktivitas tersebut anak dapat belajar untuk membantu diri mereka sendiri, berkonsentrasi dan mengembangankan kebiasaan bekerja.
b)      Kebudayaan Penginderaan
Area ini dirancang untuk memperbaiki perasaan/ kepekaan anak untuk mempelajari keahlian. Anak dapat belajar untuk menilai, memisahkan, dan membedakan tinggi, berat, warna, bau, suara, pengembangan bahasa dan kosakata.
c)      Kemampuan Kemampuan bahasa
Montessori menekankan bahasa lisan sebagai dasar dalam semau ekspers bahasa. Bahasa diperkenalkan pada seluruh lingkungan Montessori dengan mendengar dan mnggunakan kosakata yang tepat untuk seluruh kegiatan.
d)      Kemampuan matematika
Pengenalan matematika dilakukan melalui penyesuaian, pemilahan, dan penyusunan terhadap apa yang dialami anak sehari-hari diarea LKP dan pengindraan.
e)      Kebudayaan (Cultural Activies)
Anak-anak diperkenalkan mempelajari geografi, sejarah, IPA (tentang tumbuhan, binatang, fisika sederhana), musik, seni, tata boga (masakan khas daerah)• Anak belajar melalui latihan individual, kelompok, dan aktivitas latihan lain (seperti diskusi) mengenai dunia sekitar mereka, pada saat ini dan masa lalu.



Daftar Pustaka
Yus, Anita (2010). Model Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Elkhaliqi, Nurul. (2009). Model Pembelajaran Montessori. [Online]. Tersedia: http://nurulelkhalieqy.blogspot.com/2012/01/model-pembelajaran-montessori.html. [12 Februari 2013].
Hidayati, Jayagiri (2013). Model Pendidikan Maria Montessori. [online]. Tersedia : http://www.hidayatjayagiri.net/2013/01/model-pendidikan-maria-montessori.html [13 Februari 2013].
Tn. (2012). Sejarah Model Pendidikan Montessori. [online]. Tersedia : http://www.slideshare.net/cutiegadget/pendidikan-montessori [13 Februari 2013]

3 komentar: