A.
TUJUAN
MODEL PENDIDIKAN MONTESSORI
Metode Montessori bertujuan sebagai
pengantar prinsip, agar anak-anak mereka dapat memasuki kesenjangan pendidikan
yang lebih tinggi dengan persiapan yang matang dimulai pada usia prasekolah.
Adapun tujuan yang lain
dari metode Maria Montessori adalah
·
Membantu para orang tua
dalam menerapkan pola pengajaran yang efektif bagi anak mereka.
·
Membantu anak-anak
didik dalam mengembangkan tingkat intelektual, psikomotor, dan afektif yang ada
pada diri mereka.
·
Membuat anak dituntut
untuk dapat berkembang sesuai dengan periode perkembangannya saat mereka mulai
peka terhadap tugas-tugasnya.
·
Mengajarkan pada anak
cara belajar yang efektif dan optimal melalui permainan.
·
Mengembangkan
keterampilan yang menekankan pada pentingnya anak bekerja bebas dan dalam
pengawasan terbatas.
·
Anak diajarkan untuk
dapat berkonsenterasi dan berkreasi
·
Anak dibiasakan untuk
memilih sesuai dengan keinginan sendiri.
B.
ASUMSI TEORITIS
Maria
Montessori lahir di Italia pada 31 Agustus tahun 1870 di Chiaravalle, sebuah
propinsi kecil di Ancona, dan meninggal di Nordwijk Belanda pada 6 Mei 1952
ketika usia 81 tahun. Maria mempunyai minat dan bakat yang besar terhadap
matematika, sehingga orangtuanya mengirimnya ke Roma agar mendapat pendidikan
yang lebih baik. Ia mulai menekuni bidang mesin, kemudian biologi dan akhirnya
bidang kedokteran. Pada tahun 1896, ia menjadi wanita pertama di Italia yang
mendapatkan gelar Doctor of Medicine.
Setelah
lulus, Maria bekerja
di klinik psikiater Universitas
Roma, dan pekerjaannya yang berhubungan dengan masalah cacat
mental ini sangat membantunya dalam menuangkan gagasan-gagasan pendidikan di
masa yang akan datang. Maria yakin bahwa kecacatan mental lebih merupakan
masalah pendidikan daripada gangguan medis dan merasa bahwa dengan latihan
pendidikan khusus orang-orang cacat ini akan dapat dibantu. Pendidikan dan
pemahamannya terbukti memberikan kontribusi sangat besar dalam pengembangan
kemampuan anak yang menderita cacat mental. Casa dei Bambini atau “children’s
house” didirikan didaerah kumuh di Roma pada tahun 1907. lingkungan yang
dipersiapkan bagi anak-anak cacat mental yang berumur di bawah limatahun. Dr.
Montessori menggunakan materi-materi yang sebelumnya digunakan untuk mendidik
anak cacat mental yang lebih tua, yang sebelumnya merupakan sarana ilmiah utama
untuk mengukur akurasi diskriminasi-diskriminasisensoris.
Pada
tahun 1909, Maria Montessori menerbitkan “Scientific Pedagogy as
Applied to Child Education in the Children Houses”. Karyanya mendapat perhatian
masyarakat terlebih masyarakat Amerika. Awalnya Teori Montessori mendapat
kritik karena banyak yang beranggapan bahwa latihan-latihan ekstensif untuk
perkembangan anak lebih lanjut tidak perlu untuk anak usia pra sekolah.
Diantara pengkritik ini adalah pengikut Darwinisme konservatif yang sangat
percaya pada faktor keturunan sebagai satu-satunya penentu perkembangan
anak. Teori Freud (psico-analitis) yang
mendapat perhatian diawal tahun 1900-an juga cenderung merendahkan
arti pentingnya revelasi Montessori di mana materi-materi pendidikannya
membangkitkan minat spontanitas anak dalam belajar. Secara perlahan gerakan
Montessori berkembang di Eropa dan belahan dunia lainnya. Pada tahun 1915,
Maria secara antusias disambut di Amerika. Dia, memberi kuliah dan membuka
kursus bagi para guru diCalifornia. Sebuah kelas Montessori di dirikan di San
Fransisco World Exhibition pada tahun 1915. setelah kembali ke Eropa, dia
memberikan kuliah dibeberapa negara dan terus mengadakan penelitian, banyak
penghargaan diterimanya. Selama masa Perang Dunia I, ia mendirikan gerakan
Montessori di India, hingga saa tini.
Semasa
hidupnya Maria Montessori yakin bahwa pendidikan dimulai sejak bayi lahir,
bahkan tahun-tahun awal kehidupannya meupakan masa-masa formatif yang paling
penting baik fisik maupun mental anak. Seorang bayi mempunyai fikiran yang
aktif, tidak hanya secara pasif menunggu instruksi dari orang dewasa, dan
bisa menjadi apatis bila selalu ditinggal sendiri.
Melalui
proses belajar yang normal dan secara bertahap, pola-pola perilaku ditetapkan
dan kekuatan-kekuatan pikiran orang dewasa mulai ditumbuhkan. Metode
pembelajaran yang sesuai dalam tahun-tahun kelahiran sampai usia 6 tahun
biasanya akan menentukan kepribadian anak setelah dewasa. Karena perkembangan
mental dalam usia- usia awal berjalan dengan cepat, periode ini tidak boleh
disepelekan. Montessori yakin bahwa pada tahun-tahun awal,
anak mempunyai “Periode-periode Sensitif (Sensitive
Periods)”, selama masa-masa inilah dia secara khusus mudah menerima stimulasi-
stimulasi itu.
Ruang "lab" pendudikan Maria
Montessori awalnya berkonsentrasi pada masalah keadaan anak-anak dengan mental
terbelakang di panti asuhan. Kebanyakan anak-anak tersebut terganggu mentalnya
karena kesalahan orang dewasa. Pada 1900, ia mendirikan sekolah khusus bagi
anak-anak yang mengalami kesulitan belajar di Roma. Ia menggunakan caranya
sendiri dan berhasil mendidik anak-anak tersebut dengan hasil yang sebaik
anak-anak biasa. Ia menerapkan metode pedagogi ilmiah yang dikenal
dalam dunia pendidikan. Pedagogi ilmiah merupakan penelitian tentang pendidikan
dengan cara melakukan pendekatan ilmiah seperti biologis, antropologis,
psikologis, maupun linguistik.Ia meneliti kondisi fisik anak-anak dengan
melakukan berbagai observasi ilmiah, eksak, dan rasional selama masa
kanak-kanak. Untuk sistem pengajaran pada guru, ia melatih guru agar mampu
menggunakan ukuran-ukuran antropometrik pada anak. Metode iini tiada lain untuk
mendapatkan pengetahuan langsung mengenai metode pendidikan yang paling tepat
bagi anak-anak.
Ia menggunakan percobaan dengan membandingkan
antara pendidikan sistem "robot" dimana anak hanya sebagai objek,
bukan sumber daya belajar. Ia melakukan percobaan bagaimana anak didik
dianggapa sebagai mesin. Kemudian, dilakukan pengukuran-pengukuran yang eksak
dengan ditunjang peralatan-peralatan belajar yang sudah terukur secara eksak.
Hal ini mendapatkan hasil kesimpulan dengan metode ini, anak tidak dapat
bergerak bebas. Anak dipaksa untuk diam dan disiplin di dalam kelas. Selain
itu, pemberian hukuman dan hadiah juga juga diterapkan. Anak dibiasakan
melakukan sesuatu karena motivasi eksternal, yaitu hanya untuk mendapatkan
hadiah dan menghindari hukuman dari pendidik, dan bukan karena motivasi
internal yang lebih kuat berupa minat atau rasa tertarik untuk mempelajari
sesuatu. Dengan demikian pendekatan mereka itu membelenggu anak secara lahiriah
(dengan meja dan kursi ketat) dan batiniah (lewat pemberian hadiah dan hukuman).
Montessori menekankan pentingnya memahami
kejiwaan seorang anak sebagai dasar pendidikan yang tepat. Anak harus diberi
kesempatan berekspresi secara merdeka sesuai dengan keinginan anak. Kemerdekaan
yang dimaksud adalah membebaskan anak sehingga anak dapat bertindak dan
bersikap sesuai dengan harkat mereka sebagai anak. Ilmu pengetahuan ilmiah
semestinya bukan digunakan untuk menghasilkan meja dan kursi yang membelenggu
gerak anak, tetapi semestinya digunakan untuk mengerti kejiwaan anak,
membebaskan anak untuk bergerak, berekspresi, secara merdeka.
Montessori tidak secara keseluruhan menolak
metode dari Pedagogi Ilmiah untuk menggunakan ilmu-ilmu pengetahuan modern pada
anak-anak atas dasar pertimbangan antropologis. Misalnya berkaitan dengan
perkembangan fisik. Montessori ingin mengembangkan sistem pedagogi ilmiah yang
berbeda. Montessori mengembangkan metode pedagogi eksperimental. Ada 2 aspek
yang tidak dapat dipisahkan ,yaitu guru dan murid. Guru harus melakukan
persiapan untuk menjadi pengamat. Sedangkan murid diberi ruang kemerdekaan
untuk beraktivitas secara spontan, sehingga mereka dapat mengekspresikan diri
sesuai dengan alam kejiwaan dan kemampuan masing-masing. Karena masing-masing
anak itu unik, model penyeragaman dan penyamaan kegiatan samasekali tidak
memberi tempat bagi berkembangnya alam kejiwaan masing-masing anak. Dengan
memberikan keleluasaan bagi masing-masing anak untuk beraktivitas, para guru
dapat melakukan pengamatan atas perkembangan masing-masing anak secara lebih
cermat.
Montessori mendirikan “Rumah Anak-Anak” dimana
sekolah tersebut mempunyai mempunyai suasana dan lingkungan yang hangat.
Ruangan sekolah model Montessori dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan
kemerdekaan anak-anak untuk beraktivitas menurut kecenderungan masing-masing
anak. Montessori memandang didirikannya “Rumah Anak-Anak” sebagai kesempatan
untuk mengembangkan pedagogi eksperimental ilmiah dan psikologi anak-anak.
Montessori menyadari bahwa seluruh tata ruang sekolah ini sangat berbeda dengan
tata ruang sekolah tradisional. Tata ruang yang berada di sekolah ini bukan
hanya sebagai tanda kebebasan, namun juga sebagai sarana pendidikan.
Montessori menggunakan kemerdekaan masing-masing
anak untuk beraktivitas sebagai basis untuk membentuk sikap disiplin dalam diri
anak, karena sikap disiplin datang dari kemerdekaan itu. Konsep disiplin yang
dimaksud adalah disiplin aktif, yaitu seorang anak menjadi tuan bagi dirinya
sendiri. Seorang anak dapat mengatur dan mengarahkan tindakannya sendiri, jika
mesti menjalankan komitmen yang harus diikuti. Pendidik mesti menggunakan cara
tertentu untuk mengantar anak agar mampu berkembang sepanjang hidupnya ke arah
penguasaan diri yang semakin lebih baik. Karena itu, jangkauan disiplin ini
bukan hanya di sekolah tetapi sepanjang hidupnya di masyarakat nantinya.
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa
alasan montessori mengkritik pendagogi ilmiah adalah pengetahuan eksak tentang
kondisi fisik anak tidak dengan sendirinya dapat dijadikan dasar untuk
merumuskan metode pendidikan, karena keduanya merupakan dua masalah yang
berbeda dan pendekatan tersebut terlalu berat sebelah, karena pendekatan
tersebut hanya menerapkan pengetahuan ilmiah untuk memahami anak secara
materialistis dan mekanis.
Solusi yang diciptakan oleh Maria Montessori
adalah sebuah metode Mentessori yang isinya merupakan sebuah filosofi. Filsafat
yang ditemukannya dijadikan sebuah pendekatan dengan gagasan untuk memberikan
anak ruang berekspresi dan kebebasan berkreasi dalam lingkungan yang kaya
pertualangan dan kesenangan yang terencana dan terstruktur. Program Montessori
mencakup 5 program inti, yaitu praktik kehidupan sehari-hari, sensorial
(menggunakan 5 pancaindra), bahasa, matematika, dan budaya.
C.
PRINSIP
DAN KONSEP UMUM
1. Kurikulum
Kurikulum dan pendekatan montessori memiliki area-area yang menjadi pusat
latihan. Dasar pendidikan Montessori menekankan pada tiga hal, yaitu pendidikan
sendiri, masa peka, dan kebebasan.
a) Pendidikan Sendiri (Pedosentris)
Menurut Montessori anak-anak
memiliki atau kekuatan dalam dirinya untuk berkembang sendiri. anak-anak
memiliki hasrat alami untuk belajar adan bekarja, bersamaan dengan keinginan
yang kuat untuk mendapatkan kesenangan. Anak lebih senang melakukan aktivitas
daripada sekedar dihibaur atau dimanja. Anak tidak pernah berpikir bahwa
belajar sebagai sesuatu yang tidk menyenangkan. Anak akan selalu mencari
sesuatu yang baru untuk dikerjakan yaitu sesuatu yang memiliki tingkatan yang
lebih sulit dan menantang. Selain itu, anak juga memiliki keinginan untuk
mandiri. Keinginan untuk mandiri muncul dari dirinya sendiri. keinginan ini
tidak muncul dari rangcangan pembelajaran di sekolah tetapi juga muncul secara
spontang yang merupakan dorongan batin. Dorongan batin ini sewaktu-waktu akan
meminta pemenuhan dan pemuasan. Dorongan-dorongan alamiah ini akan terpenuhi
dengan memfasilitasi anak dengan aktivitas yang penuh kesibukan. Dalam kegiatan
ini, anak sebaiknya tidak dibantu, tetapi harus berlatih sendiri.
b) Masa Peka
Masa peka ialah masa yang sangat
penting dalam perkembangan seorang anak. Ketika masa peka dating maka anak
harus segera difasilitasi dengan alat-alat permaian yang mendukung aktualisasi
potensi yang muncul. Guru memiliki kewajiban untuk mengobservasi munculnya masa
peka dalam diri anak.
c) Kebebasan
Kebebasan menjadi hal penting dalam pembelajaran Montessori.
Dalm pembelajaran, anak memiliki kebebasan untuk berpikir, berkarya, dan
berbuat sesuatu. Hal ini berkaitan dengan masa peka anak yang kemunculannya
kadang tidak terduga. Kebebasan ini bertujuan agar ketika tiba masa peka
terhadp suatu kemampuan yang mendorong untuk melatih suatu fungsi, anak akan
berlatih sesuka hatinya. Makna lain dri prinsip kebebasan adalah bahwa
pendidikan sudah selayaknya untuk tidak dibebankan kepada anak. Lingkungan
belajar harus diciptakan dalam suasana yang kondusig yang memberikan kesempatan
kepada anak untuk bertindak secara bebas dan mengembakan dirinya sendiri dalam
garis-garis mata batinnya sendiri.
Proses pembelajaran di kelas Montessori
melibatkan banyak peralatan pendidikan yang dirancang oleh Montessori. Anak
bebas memilih alat pelajaran yang dibutuhkan. Setiap alat memiliki fungsi
tertentu dalam merangsang perkembangan anak, serta tata ruang kelas di sekolah
Montessori jauh berbeda dengan tata ruang kelas di sekolah tradisional. Meja
dan kursi dibuat kecil, ringan dan mudah dipindah-pindahkan oleh anak sendiri,
agar anak dapat memilih sendiri posisi duduk yang nyaman baginya seperti duduk
di rumah sendiri.
Montessori menyebutkan tiga ciri utama
pelajaran yang diberikan secara individual yaitu:
a)
Pelajaran yang diberikan harus singkat.
Semakin banyak kata-kata yang tidak berguna dihilangkan, semakin baik suatu
pelajaran. Ketika mempersiapkan pelajaran yang akan diberikan, pendidik mesti
mempertimbangkan bobot kata-kata yang akan diucapkan.
b)
Pelajaran harus sederhana. Kata-kata yang
sudah dipilih dengan seksama haruslah yang paling sederhana yang bisa ditemukan
dan mengacu pada kebenaran.
c)
Pelajaran harus objektif. Guru tidak boleh
menarik perhatian anak-anak pada dirinya sendiri sebagai guru, melainkan hanya
pada objek yang ingin diterangkan. Penjelasan singkat itu harus merupakan
penjelasan mengenai objek yang akan dipelajari anak-anak.
Montessori mengatakan
dalam proses pembelajaran, guru harus menghargai kebebasan anak. Jika anak
tidak mengerti penjelasan guru, Montessori memberikan dua nasehat yaitu: jangan
berupaya untuk mengulang pelajaran yang sudah diberikan dan jangan membuat anak
merasa bahwa ia membuat suatu kesalahan.
2. Pembelajaran
Montessori
membagi belajar dalam tiga hal :a. Tahap pertama : Pengenalan akan
identitas.Contohnya, buatlah suatu hubungan antara bendayang sedang ditunjukkan
dengan nama benda itu.b. Tahap kedua : Pengenalan akan perbandingan Tahap kedua
ini untuk meyakinkan bahwa anak memahami.c. Tahap ketiga : Perbedaan antara
benda-benda yang serupa.Untuk tahap ketiga ini lebih ditujukan apakah
anakanakitu benar-benar ingat nama benda itu. Tujuan proses belajar tiga tahap
adalah, untuk mengajarkan konsep-konsep baru dengan cara pengulangan. Dengan
demikian akan membantuanak-anak untuk memahami dengan lebih baik akan
materi-materi yang disajikan kepadanya. Cara ini juga membantu guru-guru
melihat seberapa baik anak-anak menguasai dan menyerap apa yang sedang
diajarkan kepada mereka.
Metode yang digunakan dalam pembelajaran
Montessori adalah sebagai berikut :
1. Metode
eksperimen.
Metode
ini menuntut keaktifan anak untuk melakukan percobaan sendiri, mengamati proses
dan hasil percobaan yang dilakukannya. Dengan eksperimen anak dapat mencari dan
menemukan jawaban atas persoalan yang dihadapinya dengan berpikir dan bekerja
secara sistematis.
2. Metode
demonstrasi.
Salah
satu metode yang dilakukan dengan cara memperlihatkan suatu bentuk proses atau
kejadian tertentu agar dapat diikuti oleh anak. Dalam metode ini selain
melihat, anak juga dituntut untuk mendengarkan keterangan guru agar tujuan
demonstrasi dapat tercapai.
3. Metode
Pemberian Tugas
Pemberian tugas dapat
dilakukan melalui latihan-latihan. Montessori yakin bahwa melalui
latihan-latihan yang diterapkan, anak pasti akan mengalami perkembangan. Namun
ia juga menekankan bahwa meskipun anak mengalami perkembangan, tidak berarti
bahwa anak akan dibiarkan untuk berjalan sendiri, melainkan guru tetap
mengamati setiap perkembangan yang terjadi secara terus-menerus. Dalam hal tertentu
anak masih membutuhkan bantuan guru untuk meneguhkan apa yang dibuatnya. Hal
tersebut di atas, akan mendukung anak dalam mengaktualisasikan dirinya serta
melakukan sesuatu secara mandiri.
Selain materi
pembelajaran di atas, anak juga dilatih dengan berbagai latihan yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan dalam hubungannya dengan orang
lain, misalnya merawat diri sendiri, memperhatikan kebersihan lingkungan,
bekerja sama dengan teman dan lain-lain. Dalam latihan ini anak didorong dan
dilatih untuk menjadi pribadi yang percaya diri, mandiri serta mampu
bersosialisasi pada lingkungannya.
Sebelum anak melakukan
hal-hal tersebut di atas, guru harus memberikan penjelasan tentang cara dan
alat yang dipakai. Sesudah penjelasan anak dibiarkan untuk mempraktekannya
sesuai dengan pemahaman mereka masing-masing. Selama melakukan hal-hal tersebut
anak dibiarkan melakukannya sendiri. Guru hanya mengamati tanpa memberikan
komentar terhadap setiap kesalahan yang dilakukan anak. Guru hanya boleh
memberikan bimbingan jika anak membutuhkannya. Tujuan dari latihan ini adalah
melatih anak untuk tidak terus bergantung pada orang lain melainkan belajar
menyelesaikan suatu masalah secara mandiri.
4. Penilaian
Pada model
pembelajaran Montessori penilaian dilakukan dengan teknik observasi. Evaluasi
Hasil Belajar menurut Model Montessori
bukan mengoreksi (teach by teaching, not by correcting). Adapun
penilaian yang dilakukan guru, diantaranya:
a) Usaha
dan pekerjaan anak dihargai sebagaimana adanya.
b) Rapor
tidak menggunakan sistem ranking, seperti angka atau nilai A, B, dan C dipicu kompetisinya.
c) Tidak
mengenal sistem hukuman dan imbalan (reward and punishment).
5. Sarana atau Media
Pembelajaran
Metode dan media
pembelajaran ciptaan Montessori dibagi menjadi 3 bagian, yaitu motorik,
sensorik, dan bahasa. Penekanan utama ditujukan pada pengembangan alat- alat
indera.
Sarana atau media yang digunakan dalam model
pendidikan Montessori yaitu:
a)
Alat-
alat permainan panca indra.
Montessori termasuk tokoh yang meyakini
bahwa panca indra adalah pintu masuknya berbagai pengetahuan ke dalam otak
manusia. Karena perannya yang sangat strategis maka seluruh panca indera harus
memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai dengan fungsinya. Untuk itulah ia
mengembangkan berbagai alat permainan panca indera.
Ada beberapa alat permainan yang dapat digunakan untuk mengembangkan
pancaindra. Alat ini dikemukakan berikut ini.
·
Alat permainan untuk indra penglihatan
Untuk
melatih daya penglihatan dapat digunakan beberapa macam alat,
antara lain:
ü Tiga
set silinder dengan baloknya yang sesuai dengan silindernya. Set pertama
terdiri dari 10 buah silinder yang sama tingginya dan berbeda besarnya. Set
kedua memiliki silinder dengan besar yang sama tetapi tingginya berbeda.
Sementara set ketiga memiliki silinder dengan tinggi dan besar yang tidak sama.
ü Tiga
set kubus, balok, dan keping papan. Set pertama berisi satu set kubus yang
terdiri dari puluhan kubus, mulai dari yang besar, makin kecil. Anak
menyusunnya menjadi satu menara. Set kedua terdiri dari satu set balok yang
samapanjang dan lebarnya namun beda tingginya. Set ketiga terdiri dari satu set
papan, yang terdiri atas 55 keping papan yang sama. Anak harus dapat
menyusunnya menjadi sebuah tangga.
ü Berbagai
macam benda dengan berbagai bangun geometri, seperti bulat, segitiga, segiempat
dan campuran.
·
Alat untuk indera
peraba atau perasa
Untuk
melatih indera perasa digunakan papan yang dibagi menjadi kotak-kotak.
Kotao-kotak ini diselingi halus dan kasar. Sesudah perasaan halus dan kasar
diberitahu oleh guru, anak kemudian meraba sendiri sambil mengatakan apakah
benda yang dirabanya halus atau kasar. Sementara indra perasa untuk suhu
dilatih dengan menggunakan bejana yang berisi air hangat, dingin, dan sedang.
·
Alat-alat untuk indra
pendengaran
ü Satu
set kotak-kotak tertutup yang berisi batu, uang logam, jagung, dan beras.
Disamping itu, terdapat kotak-kotak lain dengan isi yang sejenis dengan
kelompok pertama. Anak bertugas untuk mengatur sejajar kotak-kotak yang sama
isinya tanpa melihat, melainkan dengan mendengarkan bunyinya.
ü Beberapa
kelinting dan bunyi nada yang berlainan. Anak harus dapat mengumpulkan
kelinting yang sama tinggi nadanya.
·
Alat untuk indra
penciuman
Indra
penciuman dilatih dengan bau-bauan dari berbagai macam buah, bungan, dan
makanan. Anak diminta mengenali berbagai macam bau, dengan cara menyebut nama
satu bunga atau buah tanpa melihat bentuknya. Melatih indra penciuman dapat
dilakukan dengan cara benda yang akan dibaui diciumkan kepada anak yang matanya
ditutup. Setelah itu, anak diminta untuk menyebutkan nama benda yang dicium
ini.
Bahan-bahan pembelajaran lain yang dapat digunakan oleh Model
Montessori adalah didaktik contohnya bahan sebenar yang digunakan dalam
kehidupan seharian iaitu cawan, gelas, pisau.Ia dijalankan dengan pengawasan
rapi oleh pengawasan orang dewasa. Kanak-kanak didedahkan dengan
pengajaran seperti memasak menggunakan api dan menyiram pokok bunga. setiap
reka bentuk adalah untuk tajuk yang khusus. Ia adalah berbentuk pembentukan
diri sendiri dengan itu kanak-kanak mendapat maklumat bahan yang segera
daripada bahan selepas pembetulan tugasan diselesaikan.
Bahan-bahan
adalah berbeda dari mudah kepada kompleks, dengan itu anak-anak adalah
tercabar dengan cara membina konsep secara progresif dari mudah kepada lebih
susah. Bahan dibina dengan teliti dan menarik, biasanya dibuat dari bahan-bahan
yang sebenar antaranya penyapu , penyodok, alat –alat pertukangan,
dan stetoskop.
D.
ANALISIS
1.
Langkah-Langkah
Pembelajaran Model Pendidikan Montessori
Menurut
Yus Anita Pembelajaran di sekolah Montessori dilakukan dalam tiga tahap, yaitu
langkah menunjukan, mengenal, dan mengingat (2010; 19).
a) Langkah
menunjukkan
Menunjukan
hubugan antara benda yang sedang ditunjukan dengan nama benda tersebut. Guru
menyiapkan beberapa kotak dengan isi yang berbeda.
·
Kotak pertama berisikan
uang logam.
·
Kotak kedua berisikan
batu kerikil.
·
Kotak ketiga berisikan
beras.
Guru mengeluarkan isi kotak lalu
meletakkannya kembali sambil menyebutkannya “ini suara uang logam”.
b) Langkah
mengenal
Mengenalkan benda atau sesuatu yang
berbeda-beda untuk menyakinkan bahwa anak memahaminya. Contoh : Anak mampu
membedakan dan mendeskripsikan kembali binyi-bunyi yang berasal dari
masing-masing benda tersebut.
c) Langkah
mengingat
Membedakan hal-hal atau benda-benda
yang serupa. Guru memperdengarkan kembali bunyi benda-benda tersebut satu
persatu dan siswa diminta untuk menebaknya.
Sebelum anak melakukan suatu
kegiatan, guru harus memberikan suatu penjelasan tentang cara dan alat yang
harus dipakai. Setelah diberikan penjelasan anak dibiarkan untuk
mempraktekannya sesuai dengan pemahaman mereka masing-masing. Dan selama
melakukan kegitan tersebut anak diberikan kebebasan untuk melakukannya sendiri.
tugas guru hanya mengamati tanpa memberikan komentar terhadp setiap kesalahan
yang dilakukan anak. Guru hanya boleh memberikan bimbingan jika anak
membutuhkannya. Hal ini dilakukan agar anak tidak terus bergantung pada orang
lain, melainkan belajar menyelesaikan suatu masalah secara mandiri.
Contoh Kegiatan
:
KOTAK AJAIB
Usia :
Tiga - lima tahun
Materi :
Sebuah kotak yang berisi uang logam, batu kerikil, dan beras.
Tujuan :
a.
Mengasah indra perasa
anak
b.
Mengembangkan keakraban
anak terhadap bermacam-macam benda.
Demonstrasi :
a. Tutup
mata anak atau mintalah pada anak untuk memejamkan matanya.
b. Mintalah
anak untuk memasukan tangannya ke dalam kotak dan meraba benda-benda.
c. Biarkan
anak mengidentifikasi benda dengan meraba benda tersebut, kemudian minta anak
menyebutkan nama benda yang terdapat dalam kotak.
d. Setelah
latihan ini dilakukan, benda-benda yang ada didalam tas diganti. Gunakan
benda-benda yang sederhana atau sulit sesui dengan kondisi anak.
e. Latihan
ini bisa juga diketahui nama huruf awal tertentu. Misalnya ketika anak belajar
huruf B, maka guru bisa meletakan benda-benda berhuruf berawalan B, seperti:
buku, boneka, botol, atau baju didalam tas.
Kontrol
kesalahan : Kesalahan dalam mengidentifikasi
benda.
2.
Sistem
sosial yang diharapkan dari motode Motessori
Pendidikan merupakan
usaha dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak
itu atau membantu anak agar mampu melaksanakan tugas hidupnya sendiri secara
mandiri. Menurut Montessori untuk menjadi pribadi yang mandiri, seseorang harus
dilatih sejak dini khususnya pada masa kanak-kanak karena pada masa itu
merupakan masa peka dimana anak mampu menerima segala sesuatu yang diajarkan.
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa tujuan pendidikan dalam metode Montessori adalah
mengembangkan seluruh potensi anak yang dapat dilakukan melalui proses
pembelajaran di kelas maupun melalui berbagai latihan praktis yang berkaitan
dengan kehidupan anak itu sendiri.
Pada pembelajaran model ini anak
tidak terikat dalam melakukan aktivitas, melainkan diberikan kebebasan yang
sangat luas untuk melakukan aktivitas sesuai dengan keinginan dan kemampuan
masing-masing anak tetapi masih dalam pengawasan. Sehingga anak dapat belajar secara langsung
melalui pengalamannya dari kegiatan yang dilakukannya. Hal ini dapat membentuk
kemandirian pada diri anak serta membiasakan berperilaku disiplin sejak dini.
Maksud dari disiplin disini adalah disiplin aktif yaitu anak dapat mengatur dan
mengarahkan tindakannya sendiri.
Kondisi yang diperlukan dalam
perkembangan anak yaitu : suatu
interaksi yang terpadu antara anak dengan lingkungannya dan adanya kebebasan
bagi anak.
3.
Prinsip-Prinsip
Reaksi Murid Dan Guru
Reaksi Guru Dalam Model
Pendidikan Montessori
Tugas guru pada metode Montessori
yaitu sebagai pengamat, fasilitator dan pembimbing. Guru sebagai pengamat yaitu
mengamati setip aktivitas yang dilakukan oleh anak baik itu ketika proses
pembelajaran berlangsung ataupun ketika anak berada di lingkungan sekolah.
Ketika melakukan kegiatan apakah anak mengalami kesulitan-kesulitan atau
hambatan dalam melakukannya. Jika ditemukan kesulitan pada diri anak, maka
disini tugas guru untuk membimbing anak tersebut. Dan guru juga harus
memfasilitasi seluruh kebutuhan anak yang mempengaruhi proses kegiatan belajar
mengajar.
Reaksi Murid
Dalam Model Pendidikan Montessori
Anak adalah
pelajara aktif mereka dapat memilih aktiviatas yang diingikan dan guru dapat
memberikan keputusan aktivitas yang sesuai dengan perkembangan anak.
4. Sistem Penunjang Yang Diharapkan
Proses pembelajaran di
kelas Montessori melibatkan banyak peralatan pendidikan yang dirancang oleh
Montessori. Anak bebas memilih alat pelajaran yang dibutuhkan. Setiap alat
memiliki fungsi tertentu dalam merangsang perkembangan anak, serta tata ruang
kelas di sekolah Montessori jauh berbeda dengan tata ruang kelas di sekolah
tradisional. Meja dan kursi dibuat kecil, ringan dan mudah dipindah-pindahkan
oleh anak sendiri, agar anak dapat memilih sendiri posisi duduk yang nyaman
baginya seperti duduk di rumah sendiri. Area yang digunakan dalam model
pembelajaran Montessori:
a) Area yang Menjadi Pusat Latihan
Kehidupan praktis (practical life)
Tahap perkembangan di usia 2-8 tahun
merupakan fase dimana anak-anak mempunyai keinginan kuat untuk meniru orang
dewasa, dan hal ini sangat diperlukan untuk perkembangan mereka. Anak diberikan
kesempatan untuk meniru apa yang dilakukan orang dewasa melalui aktivitas
tersebut anak dapat belajar untuk membantu diri mereka sendiri, berkonsentrasi
dan mengembangankan kebiasaan bekerja.
b) Kebudayaan Penginderaan
Area ini dirancang untuk memperbaiki
perasaan/ kepekaan anak untuk mempelajari keahlian. Anak dapat belajar untuk
menilai, memisahkan, dan membedakan tinggi, berat, warna, bau, suara,
pengembangan bahasa dan kosakata.
c) Kemampuan Kemampuan bahasa
Montessori menekankan bahasa lisan
sebagai dasar dalam semau ekspers bahasa. Bahasa diperkenalkan pada seluruh
lingkungan Montessori dengan mendengar dan mnggunakan kosakata yang tepat untuk
seluruh kegiatan.
d) Kemampuan matematika
Pengenalan matematika dilakukan
melalui penyesuaian, pemilahan, dan penyusunan terhadap apa yang dialami anak
sehari-hari diarea LKP dan pengindraan.
e) Kebudayaan (Cultural Activies)
Anak-anak diperkenalkan mempelajari
geografi, sejarah, IPA (tentang tumbuhan, binatang, fisika sederhana), musik,
seni, tata boga (masakan khas daerah)• Anak belajar melalui latihan individual,
kelompok, dan aktivitas latihan lain (seperti diskusi) mengenai dunia sekitar
mereka, pada saat ini dan masa lalu.
Daftar Pustaka
Yus,
Anita (2010). Model Pendidikan Anak Usia
Dini. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Elkhaliqi, Nurul. (2009). Model Pembelajaran Montessori. [Online].
Tersedia: http://nurulelkhalieqy.blogspot.com/2012/01/model-pembelajaran-montessori.html. [12
Februari 2013].
Hidayati,
Jayagiri (2013). Model Pendidikan Maria
Montessori. [online]. Tersedia : http://www.hidayatjayagiri.net/2013/01/model-pendidikan-maria-montessori.html
[13
Februari 2013].
Tn. (2012). Sejarah Model Pendidikan Montessori. [online]. Tersedia : http://www.slideshare.net/cutiegadget/pendidikan-montessori
[13 Februari 2013]
boleh saya minta RPPM dan RPPH nya? mksh
BalasHapusmakasih kak, sangat membantu
BalasHapussalam kenalll
BalasHapus